Ilustrasi Perang | Unsplash |
Perang Ukraina-Rusia yang telah terjadi sejak tahun 2022 lalu memperlihatkan sebuah pertanyaan cukup mendasar mengapa Rusia begitu anti terhadap Eropa. Mengapa Rusia begitu menganggap pentingnya diri mereka untuk melawan Barat.
1. Romawi Barat vs Romawi Timur
Perseteruan ini sebenarnya sudah terjadi sejak zaman dahulu, pada masa abad pertengahan. Ketika itu, Romawi Barat berada dalam Zaman Kegelapan (Dark Age), sementara itu Romawi Timur memiliki peradaban maju dan bahkan termasuk kerajaan adidaya ketika itu. Tetapi perubahan terjadi setelah masa Renaisans dan runtuhnya Konstantinopel.
Dua peristiwa bersejarah ini menunjukkan mulainya nasib berubah. Romawi bagian Barat mulai mengalami berbagai kemajuan, baik dari teknologi, mau pun peradaban secara umumnya. Sementara itu, Romawi Timur sudah tidak ada lagi, dan Turki Utsmani lah yang menjadi salah satu kekuatan besar di Eropa.
Setelah runtuhnya Romawi Timur di Konstantinopel, Rusia kemudian membawa tongkat estafet Romawi Timur dalam penyebaran, dan perlindungan ajaran Kristen Ortodoks.
2. Katolik vs Ortodoks
Tidak hanya permasalahan peradaban, mereka juga berbeda aliran agama. Romawi Barat menganut Kristen Katolik yang berpusat di Roma, sementara itu, Romawi Timur menganut Kristen Orthodox. Kedua Kristen ini memiliki perbedaan pandangan, dan pimpinannya. Selain Katolik, Kristen Protestan juga muncul di Eropa bagian barat.
Ortodoks ini lah yang kemudian sekarang ini berpusat di Rusia. Setelah terkekang oleh Uni Soviet, seperti agama-agama lainnya di negara-negara pecahan Uni Soviet, Kristen Ortodoks meraih kembali kekuatan kuat di Rusia. Sementara itu, Eropa kini justru tampaknya mulai mengarah ke liberalisme yang mulai bertentangan dengan nilai-nilai agama pada asalnya. Misalnya permasalahan LGBT, gereja Katolik Roma sudah longgar dalam permasalahan ini, sementara gereja Ortodoks Rusia tetap bertahan untuk melawannya.
Tidak heran, jika Rusia mencoba untuk menggambarkan diri mereka sebagai pembela Kristen yang sebenarnya. Mereka memperlihatkan bahwa diri mereka adalah alternatif dari kekuatan Barat yang dinilai merusak nilai-nilai agama, dan warisan leluhur.
3. Blok Barat vs Blok Timur
Pada masa Perang Dingin, dunia terpecah menjadi dua: kelompok Blok Barat, dan Blok Timur. Blok Barat beranggotakan seperti Amerika Serikat dan Inggris, sementara Blok Timur beranggotakan Uni Soviet, dan Kuba. Perseteruan dua blok ini memang tidak terlihat peperangan secara langsung, tetapi justru wilayah-wilayah kecil yang menerima dampaknya perang, seperti Vietnam, Indonesia, dan Korea.
4. Sikap Imperialis
Negara-negara besar secara umumnya memiliki sifat imperialis. Mereka saling berebut wilayah seperti yang terjadi pada zaman dahulu. Tetapi, di zaman sekarang ini, negara-negara telah memiliki perjanjian melalui PBB untuk tidak melakukan kekerasan dalam menyelesaikan masalah antar negara.
Walau pun begitu, perang tetap saja terjadi, dan bukan lagi perebutan wilayah, tetapi perebutan pengaruh. Rusia mencoba untuk menekan Ukraina untuk tetap berada di bawah pengaruhnya, sementara itu NATO terus memperluas anggotanya. Pada puncaknya, pada tahun 2014 setelah terjadi revolusi warna di Ukraina, Rusia mulai merasa terancam, dan Rusia merebut Krimea lewat referendum yang ditolak secara internasional.
5. Pengalaman Buruk
Mungkin ada pertanyaan, "Mengapa Rusia tidak mencoba mengikuti Barat saja?". Hal ini tentu saja pernah terjadi dalam sejarah, paling dekatnya adalah era Boris Yeltsin, Presiden Rusia pertama. Pada masanya, justru ekonomi menjadi susah, dan negara dirong-rong oleh para oligarki. Sebelumnya lagi, Mikhail Gorbachev, pemimpin Uni Soviet terakhir, mencoba untuk mengikuti Barat, dan berakhir dengan kegagalan hingga runtuhnya Uni Soviet.
Jika melihat di politiknya, partai-partai besar di Rusia memang kebanyakan anti-Barat. Partai oposisi utama, Partai Komunis Federasi Rusia, melihat runtuhnya Uni Soviet sebagai hal negatif, dan hubungan Gorbachev dengan Amerika Serikat adalah sebuah pengkhianatan.
Kesimpulan
Rusia memang secara sejarahnya memiliki sikap anti-Barat, tetapi tidak selalu. Beberapa pemimpin dalam sejarah Rusia pernah memiliki hubungan dekat dengan Barat. Tetapi, kenangan buruk, perbedaan pandangan, dan imperialisme lah yang membuat perselisihan ini sulit untuk berhenti.