Saya ingat sekali saat dosen saya Pak Sagaf (w. 2020) menanggapi salah satu mahasiswa yang membawakan puisi Dreams untuk kerja tugasnya. Dia sangat antusias dan begitu bersemangat untuk menjelaskan.
Memang puisi ini memiliki latar belakang yang sangat menarik untuk dikupas. Ditulis pada masa-masa rasisme di Amerika Serikat awal abad-20. Orang kulit hitam ketika itu memiliki kedudukan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan mereka yang berkulit putih.
Oleh karena itu, tidak jarang ada orang kulit hitam yang memiliki cita-cita tertentu tetapi tampak mustahil untuk tercapai ada profesi-profesi tertentu adalah khusus untuk orang kulit putih.
Kisah Malcolm X
Malcolm X dan MLK adalah aktivis hak kulit hitam gelombang 3 |
Kita bisa mengambil contoh adalah kisah Malcolm X, seperti yang disebutkan dalam autobiografinya. Malcolm X pernah ditanya oleh gurunya tentang cita-citanya, dia lalu mengatakan bahwa dia ingin menjadi seorang pengacara. Tetapi, gurunya malah mengatakan bahwa itu adalah hal yang mustahil untuk Malcolm dan menyarankannya untuk berganti cita-cita karena profesi pengacara itu sangat susah untuk seorang kulit hitam.
Sebagai seorang anak-anak yang memiliki mimpi besar namun tiba-tiba hal itu kandas harapan hanya karena warna kulitnya. Ini adalah sebuah penggambaran bagaimana kondisi masa rasisme mempengaruhi mental para kulit hitam.
Puisi
For if dreams die
Life is a broken-winged bird
That cannot fly.
For if dreams go
Life is a barren field
Frozen with snow.
Terjemahan
Karena jika mimpi mati
Hidup burung bersayap rusak
Tak dapat terbang.
Pegang teguh mimpi
Karena jika mimpi pergi
Hidup seperti tanah gersang
Beku karena salju.
Makna Puisi Dreams
Seperti yang telah dijelaskan di awal, Dreams adalah tentang keputus-asaan orang kulit hitam yang tidak dapat meraih cita-cita mereka.
Dalam puisi ini, Longston Hughes mencoba untuk mengungkapkan bahwa jangan pernah untuk menyerah dalam bercita-cita meskipun itu adalah hal yang tampak mustahil.
Menurut Hughes, hidup ini harus memiliki cita-cita karena jika tidak ada cita-cita maka hidup itu seperti burung yang tidak bisa terbang dan tanah tandus. Burung adalah makhluk yang identik dengan terbang dan begitu juga dengan tanah yang seharusnya mampu untuk menumbuhkan tanaman. Tetapi, dengan rusaknya sayap burung, dia kehilangan apa yang membuatnya itu disebut burung; terbang.
Begitu juga dengan tanah. Jika tanah itu tidak dapat menumbuhkan sesuatu maka tanah itu tidak memiliki manfaat lagi sebagai tanah tempat lahirnya kehidupan.
Tidak bisa terbang bagi burung adalah sebuah lawan dari alasan adanya burung begitu juga dengan tanah tandus adalah lawan dari alasan adanya tanah. Seperti itu lah kehidupan tanpa mimpi, kehidupan tanpa mimpi adalah lawan dari alasan adanya kehidupan.
Kesimpulan Analisis Puisi Dreams
Dengan menggunakan dua penggambaran burung yang tidak bisa terbang dan tanah gersang bagi orang yang berputus asa terhadap mimpinya, penulis memberikan pesan bahwa kehidupan itu harus memiliki mimpi. Mimpi itu lah yang membuat kita bisa untuk tetap berharap, hidup, dan terus berusaha.
Orang-orang kulit hitam yang pada masa rasisme banyak yang terpaksa harus mengubur mimpinya karena rasisme tetapi Hughes memiliki pandangan lain bahwa kita harus tetap bermimpi apa pun yang terjadi karena mimpi itu adalah kehidupan.
Pemakaian Pribadi
Saya pribadi mengajarkan puisi ini kepada anak-anak seusia SMP di kelas bahasa Inggris saya. Tujuan saya adalah untuk meningkatkan motivasi mereka dan tidak putus asa dengan cita-cita mereka yang tampaknya mustahil untuk diraih.
Di masa-masa menulis skripsi sekarang ini, saya mendapatkan banyak sumbangan semangat moral dari puisi ini. Puisi ini mengingatkan saya bahwa bagaimana pun susahnya skripsi saya, saya tidak boleh untuk begitu saja menyerah. Tetap bermimpi menyelesaikan skripsi sambil terus menjalani kesibukan-kesibukan lainnya.