Kita sebagai orang zaman now, sudah tentu memiliki sosial media. Sosial media yang biasa kita miliki adalah Facebook, WhatsApp, Instagram, YouTube, dan Twitter. Masing-masing sosial media tersebut memiliki ciri khas dan karakter masing-masing.
Twitter, dikenal sebagai sosial media yang lebih serius. Facebook dikenal untuk generasi tua. Instagram dipakai oleh generasi lebih muda dan foto bergaya. YouTube digunakan untuk menonton video. WhatsApp sebagai pengganti SMS dan Telepon. Dan lain-lain.
Selain melihat itu semua, kita juga harus menyadari bahwa semua sosial media yang telah disebutkan itu memiliki kesamaan. Kesamaan ini tidak hanya bernada positif tetapi bisa jadi negatif bahkan berbahaya.
Tulisan saya kali ini akan membahas mengapa kita perlu mencoba sosial media alternatif.
Semua Sosial Media Mainstream Berada di Bawah Hukum Amerika Serikat
Ilustrasi Hukum | Sumber gambar Wikimedia |
Sebagian kita mungkin saja merasa terlalu ekstrem membaca poin pertama ini tapi ini adalah poin yang sangat penting. Sebuah perusahaan yang berada di Amerika Serikat sudah tentu mengikuti aturan-aturan yang ada disana. Hal yang penting adalah tidak semua orang memiliki keinginan dan aturan yang sama. Dengan demikian, konten-konten yang ada di media-media sosial tentu saja akan berbeda dari sosial media yang tidak berbasis di Amerika Serikat.
Kita ambil contoh adalah Vkontakte (VK); sosial media ini berasal dari Rusia. Berbeda dengan Facebook atau pun YouTube, VK memiliki kelonggaran yang lebih untuk permasalahan pembajakan. Pengguna VK terutama yang mengetahui bahasa Rusia, memanfaatkan sosial media ini untuk menonton dan mendengar konten-konten gratis legal mau pun ilegal.
Sosial Media Mainstream Terpenuhi dengan Konten-Konten “Orang-Orang Elite”
Screenshot dari Minds | Sumber: dokumen sendiri |
Sosial media mainstream memiliki banyak konten yang tampaknya “bagus” dan “menang” dan tentu saja bagi mereka yang tidak dapat membuat konten sepadan akan tertinggal. Ibarat adalah ketika anda masuk ke sekolah elit, anda akan lebih susah bersaing dan bahkan anda mungkin saja tidak akan terlirik. Dengan kata lain, anda tenggelam diantara konten-konten yang ada dan tidak ada orang yang akan memperhatikan anda.
Kita bisa ambil permisalan permasalahan BLM (Black Live Matters). Jika kita melihat di YouTube dan Facebook, kita dapat menemukan bahwa kebanyakan konten memberikan respon positif tentang gerakan ini. Jika anda melihat di Minds.com, anda akan menemukan bahwa banyak orang yang menentang gerakan ini. Minds memiliki banyak pengguna yang memiliki pandangan yang berbalik dengan apa yang terjadi secara mainstream di media dan orang-orang seperti mereka memiliki tempat di Minds untuk berbicara dan terdengar.
Konten di Sosial Media Mainstream Penuh dengan Sensor
Semua Sosial Media Memiliki Kebijakan dan Pandangan untuk Sensor | Sumber Gambar : Hill |
Sosial media ketika tumbuh semakin besar, semakin besar juga tantangannya dari pihak-pihak penegak hukum dan salah satunya adalah permasalahan sensor. Permasalahan ini bukan tentang baik atau buruknya sensor. Sensor seringkali dibutuhkan untuk permasalahan-permasalahan seperti kekerasan, pornografi, dan lain-lain. Tapi terkadang juga, sensor itu juga membuat konten-konten yang sebenarnya diperlukan menjadi tidak bisa diakses. Atau, bisa jadi penyensoran itu sebenarnya patut untuk berlaku di sebagian tempat tapi berbeda dengan tempat lain karena perbedaan kebutuhan.
Kita bisa misalkan permasalahan jual-beli binatang. Di Facebook, komunitas jual beli binatang sudah terblokir. Bagi mereka para penjual binatang, hal seperti ini tentu saja adalah kehilangan penghidupan tapi bagi mereka para pecinta binatang, hal ini dipandang sebagai bentuk kasih sayang. Ini adalah salah satu alasan bahwa penyensoran adalah pertimbangan bagi anda untuk mencoba sosial media alternatif.
Kecanggihan Filter dan Algoritma Mengurangi Kemandirian Konsumsi Konten
Media Sosial dirancang untuk membuat ketagihan | Sumber Gambar : Sosial Media Week |
Bagi anda yang sudah memakai sosial media lama, anda pasti sudah tidak asing dengan filter dan algorithma. Misalkan, ketika anda menggunakan YouTube di Indonesia, anda akan mendapatkan konten yang berbeda dari saat anda di Kazakhstan. Hal ini dikarenakan feed yang anda peroleh ter-filter dengan lokasi anda berada. Atau misalkan, anda sering menonton dengan topik pesawat jatuh, maka anda akan sering direkomendasikan untuk menonton konten-konten dengan topik yang sama.
Fitur seperti mungkin memang bagus tetapi tentu saja membuat anda lebih tergantung atau anda bisa jadi terjebak pada algoritma. Terjebak dalam artian anda terus mengkonsumsi konten tanpa akhir atau terlalu memikirkan suatu topik secara berlebihan dan terluput dengan konten-konten berbeda lainnya.
Sosial media alternatif tentu saja memiliki fitur algoritma dan filter yang berbeda. Hal ini akan memungkinkan anda untuk melihat konten dengan hasil yang berbeda.
Kesimpulan
Pada kesimpulannya, saya ingin katakan bahwa di sana banyak hal yang dapat dijadikan alasan untuk mencoba sosial media lainnya. Sosial media sebagai salah satu bentuk kehidupan masyarakat zaman sekarang tentu saja sangat berperan sumber informasi yang mempengaruhi pikiran dan pandangan pengguna. Mencoba sosial media alternatif adalah hal yang sama pentingnya dengan anda mencoba lingkungan baru untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
Catatan: Maksud dari sosial media mainstream adalah YouTube, Facebook, Google, Instagram, Twitter, dan WhatsApp. Mereka biasanya dipakai oleh kalangan umum di Indonesia.